Tuesday, May 9, 2017

Sejarah Festival Holi

Holi atau Festival Warna adalah festival awal musim semi yang dirayakan di India, Nepal, Bangladesh, dan negara-negara berikut yang memiliki penduduk beragama Hindu: Suriname, Guyana, Afrika Selatan, Trinidad, Britania Raya, Mauritius, dan Fiji. Di Benggala Barat dan Bangladesh, festival ini disebut Dolyatra (Doul Jatra) atau Basanta-Utsab (festival musim semi). Holi dirayakan secara besar-besaran di kawasan Braj di tempat-tempat yang berkaitan dengan Sri Kresna seperti Mathura, Vrindavan, Nandagaon, dan Barsana. Kota-kota tersebut ramai didatangi wisatawan selama musim festival Holi yang berlangsung hingga 16 hari.
Puncak perayaan Holi disebut Dhulheti, Dhulandi, atau Dhulendi. Pada hari itu, orang merayakan Holi dengan saling melemparkan bubuk berwarna-warni atau saling menyiramkan air berwarna-warni. Api unggun yang dinyalakan pada malam sebelum Holi disebut Holika Dahan (kematian Holika) atau Chhoti Holi (Holi kecil). Api dinyalakan untuk mengenang peristiwa lolosnya Prahlada ketika ingin dibakar oleh Holika (saudara perempuan Hiranyakasipu). Holika terbakar dan tewas, namun Prahlad yang penganut setia Dewa Wisnu selamat tanpa luka. Di Andhra Pradesh, Holika Dahan disebut Kama Dahanam.
Holi dirayakan pada akhir musim dingin ketika phalgun purnima, bulan purnama terakhir bulan pada bulan phalguna menurut kalender lunar, dan biasanya bertepatan dengan akhir Februari atau awal Maret. Pada tahun 2009, Holi (Dhulandi) jatuh pada tanggal 11 Maret dan Holika Dahan pada 10 Maret.
Akhir Festival Warna disebut Rangapanchami yang terjadi pada saat Panchami (hari ke-5 bulan purnama).

Sumber : Wikipedia

Wednesday, March 9, 2016

Kampung Nelayan di Tegal dan Pontianak Akan Dibenahi

Selain Bengkulu, Kampung Nelayan di Tegal dan Pontianak Akan Dibenahi 
 
Tahun ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Prumahan Rakyat (PUPR) punya program penataan kawasan pemukiman neyalan. Selain penataan kawasan pemukiman nelayan di Sumber Jaya, Kampung Melayu, Bengkulu, masih ada dua lokasi pemukiman nelayan lagi yang juga bakal digarap tahun ini.

"Bengkulu kan yang kita hadiri. Ada juga yang di Tegal dan Pontianak," ujar Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Rina Farida di lokasi pemukiman, Kamis (3/3/2016).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Cipta Karya, digambarkan Kampung Nelayan di Tegal berlokasi di Kelurahan Tegal Sari, Kcamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah dengan luas kawasan mencapai 14,58 hektar

Kampung Nelayan yang diberi nama Kampung Tegal Sari ini masuk kategori kumuh berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Tegal Tahun 2014. Kawasan ini tidak memiliki fasilitas pengelolan air limbah, di mana limbah rumah tangga yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai. Kawasan ini sebenarnya sudah memiliki fasilitas pengolahan sampah, namun tidak berfungsi.

Sedangkan kampung nelayan di Pontianak adalah Kampung Tambelan Sampit di Kelurahan Tambelan Sampit, Kecamatan Pontianak Timur, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat seluas 7 hektar.

Kawasan ini dinyatakan kumuh berdasrkan Surat Keputusan Walikota tertanggal 7 Mei 2015. Kondisi fisik kawasan ini berdasarkan data Direktorat Jenderal Cipta Karya cukup mengkhawatirkan lantaran tak ada saluran drainase maupun saluran air limbah. Kawasan yang didominasi bangunan semi permanen ini tidak memiliki fasilitas pengolahan sampah bahkan tak memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Penataan pemukiman nelayan ini sendiri merupakan pelaksanaan janji Presiden Joko Widodo. Meski belum mendatangi seluruh kampung nelayan yang ada di tanah air, namun Presiden RI ke- 7 ini berkomitmen mengubah kesan kumuh di sentra pemukiman nelayan.

sumber : detik.com